BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Sirgina Firdaus

express themselves with a short story

Kamis, 01 April 2010

Tentang Tian

Cirebon, 02 Agustus 1996,Seorang ibu bernama Tari melahirkan seorang anak laki-laki, yang diberi nama Restian Fetransah, Tian panggilannya. Anak pertama Ibu Tari dan Pak Nanang. Mereka senang telah memiliki buah hati laki-laki. Setelah lahirnya Tian, keduanya pindah ke kota Surabaya. Tian dilahirkan di keluarga yang kaya. Sepanjang perkembangan masa kecilnya, Tian selalu digelimangi harta dan mendapat kasih sayang lebih dari kedua orang tuanya. Hingga akhirnya Tian telah beranjak pada tahap Sekolah Dasar. Saat ini Tian telah duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar, ia menjadi murid terpandai di SD Gema Pancasila. Setiap hari ia selalu giat belajar, ia ingin menjadi murid terpandai dan tak terkalahkan oleh murid lainnya. Ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tua yang telah membesarkannya. Selain dikenal pandai, Tian juga dikenal sebagai murid yang baik. Banyak sekali yang ingin menjadi temannya. Okta salah satunya, ia sahabat Tian sejak kecil. Mereka selalu bermain dan belajar bersama. “Tian, nanti kita belajar bersama lagi yuk. Ada tugas dari ibu guru. Kamu mau?” Tanya Okta pada Tian,”Boleh, nanti aku datang ke rumahmu ya!” jawab Tian semangat. Prestasi Tian tetap bertahan di peringkat pertama satu sekolah, hingga akhirnya tiba-tiba prestasi Tian turun drastis. Pada kelas 3 sekolah dasar prestasi Tian tak bisa dipertahankan lagi. Ia amat menyanyangi kedua orang tuanya, begitu juga sebaliknya. Namun ia terkejut melihat pertengkaran orang tuanya untuk pertama kalinya. Ia tak menyangka orang tua nya akan bertengkar dihadapannya. Sejak itu ia menjadi anak yang nakal dan pembangkang. Hampir setiap hari ia bolos sekolah, memang ia datang ke sekolah namun ia hanya meletakkan tas dan kemudian pergi ke lapangan untuk bermain sepak bola bersama teman-temannya yang putus sekolah.

Kedua orangtuanya tidak mengetahui hal tersebut, mereka terlalu sibuk untuk mengurusi pekerjaan yang semakin menyita waktu luangnya untuk Tian. Tian semakin menjadi anak yang nakal dan pembangkang. Tanpa disadari waktu berjalan begitu cepat, 3 tahun telah berlalu Tian telah duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Prestas Tian kini hampir menjadi peringkat terbawah. Semua teman dekat Tian terkejut melihat perubahan Tian yang secepat itu, mereka heran melihat perbedaan yang kontras antara Tian yang dulu dengan Tian yang sekarang. Berangsur dengan kenakalan Tian yang makin menjadi, teman Tian yang awalnya banyak kini berangsur tidak ingin berteman dengan Tian lagi. Suatu kali ada kejadian yang membuat para guru geleng kepala, saat itu Tian tengah bermain dengan teman-teman nya. Ntah bagaimana, kejadian itu begitu cepat. Tiba-tiba saja Tian menarik pintu almari guru yang terkunci rapat. Dan BRAAAAAAKKKKK !!! pintu almari itu terbuka dan pintu itu patah menjadi dua. Hampir saja patahan itu mengenai tubuh Tian yang berhasil menghindar. Keesokan harinya kedua orang tua Tian dipanggil untuk memberitahukan kejadian tersebut dan mengganti almari itu. Semua guru kini geram melihat kenakalan Tian yang tak pernah berhenti. Hingga akhirnya ia mendapat bangku special di depan meja guru. Semua murid tidak ada yang boleh menempati bangku tersebut. Tian belum juga jera atas hukuman tersebut. Hingga akhirnya masa penentuan kelulusan siswa kelas 6 Sekolah Dasar dimulai. Ujian sekolah dan ujian praktek telah berlalu, untungnya nilai kedua ujian tersebut masih berada di Rata-rata. Tibalah hari penentuan paling penting, UASBN. 3 hari selama UASBN berlangsung, tidak ada persiapan matang dari Tian untuk menghadapi ujian ini. Ia bersantai ria, ia tak peduli dengan hasil yang akan didapatnya kelak. “Tian, nanti kita belajar bareng yuk. Anak-anak juga pada belajar bareng semua. Nanti kumpul di rumah aku ya !” kata Okta pada Tian sesaat setelah UASBN hari pertama usai. “Enggak ah. Aku lagi males nih, kalian bisa kan belajar tanpa aku? Lagian gimana pun nilai kita. Nantinya kita juga pasti lulus.” Jawab Tian santai, ia tak mau terbebani pikiran oleh UASBN ini. Pikirannya telah penuh sesak oleh keadaan kedua orang tuanya. Penantian panjang para siswa SD Gema Pancasila berpuncak pada hari ini. Hari ini hasil UASBN dan kelulusan akan diumumkan. Semua siswa deg-degan menunggu gilirannya. Satu persatu siswa masuk dan keluar dengan wajah sumringah karena mereka lulus dan mendapat hasil UASBN yang memuaskan. Semua siswa telah terpanggil, hanya Tian yang tersisa. Tak ada raut cemas yang tergambar dalam mimic wajah Tian. Yang ada, ia hanya memberi ucapan selamat kepada teman-temannya. “Restian Fetransah, silahkan masuk !” panggil seorang guru dari dalam kelas. Beberapa teman Tian cemas dan takut jikalau sesuatu yang buruk terjadi pada Tian. Mereka berdoa agar Tuhan masih mengijinkan Tian untuk lulus dan mendapat hasil yang memuaskan. Selain itu mama papa Tian yang ikut serta tak kalah cemas menunggu hasil Tian. Apakah usaha mereka selama ini sia-sia untuk merawat Tian? Tak berapa lama kemudian Tian keluar dari dalam kelas. “Tian, bagaimana hasilmu?” Tanya Okta cemas. Tian lalu menuju ke tempat kedua orang tuanya berdiri, “Ma Pa, Tian ………… Tian LULUS !” kata Tian mantab dan disambut dengan pelukan hangat kedua orang tuanya serta sorak sorai gembira teman-temannya. “Tapi, Tian tidak mendaoat hasil yang memuaskan. Nilai Tian hanya 17,85. Maafkan Tian ma, pa.” kata Tian tulus. Kini ia menyesal, telah menyia-nyiakan waktu belajar untuk mendapat nilai maksimal. Mendengar hal itu kedua orang tua Tian hanya diam. Mereka sadar, Tian begini adanya juga merupakan bagian dari kesalahan mereka yang jarang meluangkan waktu untuk Tian akhir-akhir ini. Mau bagaimana lagi, semua sudah berlalu dan tak mungkin bisa diulang lagi. Nilai Tian memang tak memungkinkan untuk memasuki SMP di daerah Surabaya ini. Akhirnya mereka memutuskan untuk memindahkan Tian ke tanah kelahirannya, Cirebon. Selain untuk membimbing Tian mereka juga ingin Tian menjadi anak yang mandiri. Tian hanya bisa pasrah, ia tak akan bisa memaksakan kehendaknya. Dengan berat hati ia mau untuk dipindahkan ke Cirebon. “Okta, aku mau pamit sama kamu. Aku akan dipindahkan ke Cirebon, karna kebodohanku sendiri. Semoga kita masih bisa bertemu lagi di lain hari.” kata Tian pada Okta. “Iya tian, semoga aja kamu bisa belajar dari kejadian ini.” Kata Okta pada Tian. “Teman-teman aku minta maaf ya kalo aku pernah berbuat salah kepada kalian semua. Aku pamit pada kalian semua. “ pamit Tian kepada semua temannya yang memang sengaja berkumpul di sekolah. Dengan berat hati Tian meninggalkan semua teman dan kota Surabaya yang menjadi tempat ia dibesarkan selama ini. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan kembali giat belajar untuk mengukir prestasi lagi.

0 komentar: